Total Tayangan Halaman

Sabtu, 29 Oktober 2011

ILALANG MALAM

ILALANG MALAM

Semakin lama kegelapan mendatangi sinar dan melenyapkan cahayanya, tanpa tersadar masih ada satu ilalang kecil dengan akarnya yang masih mencoba untuk mengais sisa-sisa kesegaran dari tetes embunnya sendiri ditanah yang tak bertanah. Ilalang kecil yang tak bertuan hanya terdiam menatap sekelilingnya, hamparan tandus yang luas namun dia sendiri. Yang membuat dia dengan terpaksa merasakan pagi, terik, senja, dan malam dengan dingin, sepi. Malam hari itu entah mengapa, membuat ilalang kecil merasa benar-benar terlarut dalam gelapnya malam.
Ilalang kecil masih meratapi hamparan tandus. Batinnya mulai terimajinasi 2bulan yang lalu saat ilalang-ilalang lain masih berada disekelilingnya. Melindungi tumbuhnya, melindungi dari injakan kaki-kaki manusia yg tak terpapah. Waktu itu ilalang kecil masih sebuah benih kecil yang tak terlihat.
Tak lama benih kecil itu bertunas. Pucuk muda daunnya yang hijau membawa pesan segar dari surga. Dinantikan juga oleh semua ilalang-ilalang lain yang kelak akan memberikannya pelajaran tentang apa arti hidup. Tentang apa arti sebuah perjuangan dalam mempertahankan hidup, tidak untuk makan dan tidur. Tapi juga pelajaran tentang mempertahankan hidup secara bijak, yang memungkinkan dia untuk bisa tumbuh besar dan kelak dia juga akan melindungi benih-benih baru agar menjadi tunas dan memberikan pelajaran tentang kehidupan dan mempertahankan hidup.
Tunas ilalang itu tumbuh dengan segala apa yang tercermin pada lingkungannya. Dari banyaknya ilalang yang tumbuh disekitarnya yang menandakan sumber-sumber mineral pada tanah itu sungguh tiada habisnya. Yang dapat menyimpankannya untuk dapat dengan mudah dia serap dari akarnya yang masih rentan. Hari-harinya selalu disambut dengan sejuknya embun yang menetes dari ilalang-ilalang yang lebih tinggi darinya, dan suara gesekan-gesekan angin yang berhembus murni di pagi hari.
Namun semua itu seketika lenyap saat tangan-tangan manusia mulai melenyapkan satu persatu ilalang-ilalang yang kata mereka sangat mengganggu. Dan tak lupa manusia-manusia itu menggantinya dengan batu yang direkatkan oleh semen yang tidak tahu akan dijadikan apa dimasa datang yang itu tidak mungkin ilalang-ilalang untuk bertahan hidup. Semua lenyap. Tertinggal ilalang kecil yang terselamatkan karena terlindung dibawah helai ilalang-ilalang lain yang rubuh sengaja diinjak oleh manusia. Ilalang kecil mencoba bertahan, mecoba bangkit dengan sedikit apa yang pernah di ajarkan ilalang-ilalang dewasa padanya dulu. Berdiri dengan helai-helainya yang masih lemas meratapi malam yang memusnahkan mentari dan menenggelamkannya dalam kesendirian, menunggu datang hari itu tiba. Hari dimana dia tidak mampu lagi merasakan sejuknya kedamaian.